Lompat ke konten
Home » Anak Yang Rakus

Anak Yang Rakus

 

 

Atit Peyuuuutttt.... (doc. google)
Atit Peyuuuutttt.... (doc. google)

 

Pagi itu di desa kecilku yang indah matahari bersinar cerah. Burung-burung pun bernyanyi riang menyambut datangnya sang mentari. Hamparan sawah yang hijau membuat pemandangan desaku semakin indah. Dan terlihat beberapa petani sudah sibuk menggarap sawah mereka disana. Udara di desaku sangat sejuk, belum tercemar seperti di kota-kota yang terkena polusi.

Kehidupan warga di desa kami sangat harmonis. Hubungan antar tetangga sangat dekat. Terlihat dari rumah-rumah yang tidak ada pagar pembatasnya. Itu menandakan hubungan kekerabatan yang erat di antara kami.

Pertanian memang menjadi sumber penghasilan desaku. Sebagian besar warganya berprofesi sebagai petani. Selain menggarap sawah mereka juga menggarap kebun. Kebun-kebun milik warga ditanami beraneka pohon buah-buahan dan sayuran. Hanya beberapa orang saja yang bekerja bukan sebagai petani.

Seperti saat ini, pohon-pohon di kebun dan pekarangan sekitar rumah warga berubah merjadi merah. Buah rambutan warga memang sedang berbuah. Pohon di samping rumahku juga berbuah. Buahnya sangat banyak dan masak-masak. Kami sangat senang karena rambutannya manis-manis dan enak.

***

Oh iya, kenalkan namaku Ari umurku 10 tahun. Sekarang aku kelas empat SD, sekolahku di SD Jerukmanis. Aku mempunyai saudara laki-laki yang umurnya tidak berbeda jauh denganku. Dia kakakku, namanya Rio. Umurnya 11 tahun dan sekarang dia kelas lima di sekolah yang sama denganku. Kami hanya dua bersaudara saja. Kami berasal dari keluarga yang sederhana. Ayahku adalah seorang masinis dan ibuku bekerja sebagai pedagang sayur di pasar.

Aku terbiasa memanggil kakakku dengan sebutan mas. Mas adalah sebutan untuk kakak laki-laki di Jawa. Namun sayang, hubunganku dengan mas Rio tidak begitu harmonis. Kami sering sekali bertengkar. Mas Rio suka sekali menggaguku. Dia memang egois dan suka menang sendiri. Berkali-kali mas Rio dimarahin oleh ayah dan ibu tapi tetap saja dia tidak merubah kelakuannya.

Kami memang sering ditinggal di rumah berdua saja. Ayahku yang bekerja sebagai masinis tidak bisa selalu bersama kami. Ibuku juga tidak bisa memantau kami setiap waktu. Biasanya kalau mas Rio nakal kakekku yang rumahnya berada di sebelah rumah kami akan melerai dan memarahi mas Rio. Tapi walaupun sering dimarahi kakek, mas Rio tetap saja nakal padaku.

Mas Rio paling sering merebut jatah makananku. Ayah dan ibu sudah sering memarahinya agar tidak menjadi orang yang rakus dan egois. Badan mas Rio memang jauh lebih besar dariku. Dia gemuk dan jatah makannya sangat banyak.

***

Hari ini adalah saatnya memetik buah rambutan. Besok ibu akan membawanya ke pasar untuk di jual. Karena ayah sedang bertugas dan ibu pulang dari pasar sore hari, kakeklah yang akan membantu kami memetik buah rambutan itu. Kami memang dilarang naik keatas pohon. Pohon rambutan kami memang agak tinggi. Ayah dan ibu khawatir kami akan terjatuh.

Setelah pulang sekolah dan berganti pakaian kami segera mencari kakek dirumahnya. Kami tidak lupa juga membawa keranjang untuk tempat rambutan-rambutan itu. Kakek ternyata sudah menunggu kami dan telah menyiapkan peralatan yang dibutuhkanseperti tangga dan galah. Kami tidak sabar memakan buah rambutan yang nikmat dan segar yang kami petik langsung dari pohonnya.

“Ayo kek buruan! aku sudah tidak sabar ingin makan buah rambutan itu.” Kata mas Rio begitu bertemu dengan kakeknya.

“Sabar Rio, nanti kan kamu juga bisa makan rambutannya.” Jawab kakeknya.

“Kamu sudah siapkan keranjangnya?” lanjut kakek.

“Sudah kek, keranjangnya sudah Ari taruh di bawah pohon rambutannya.” Jawab Ari pada kakeknya.

Setalah itu aku, mas Rio dan kakek segera menuju ke samping rumah. Mas Rio berlari karena dia memang tidak sabar untuk segera memetik dan memakannya. Kakek yang akan naik kepohon dan memetik rambutannya. Aku dan mas Rio bertugas mengumpulkan dan memasukannya ke dalam keranjang. Tidak sabar rasanya kami menunggunya.

Begitu kakek mulai memetik dan menjatuhkannya, kami di bawah saling berebut untuk mengambil dan mengumpulkannya. Tapi seperti biasanya, mas Rio malah sibuk memakan buah rambutannya. Dia tidak perduli lagi dengan tugas untuk mengumpulkannya. Aku agak kesal juga melihatnya karena bukan bekerja malah sibuk makan saja.

“Mas Rio bantu aku dulu mengumpulkan rambutan-rambutan ini.” Pintaku pada mas Rio.

“Ah kamu saja yang mengumpulkan aku sedang makan.” Katanya padaku.

“Tidak berat kan kalau cuma mengumpulkan, kamu saja sudah cukup.” Lanjutnya lagi.

Mas Rio memang selalu begitu. Aku harus bisa lebih sabar. Kalau tidak nanti kami pasti berantem dan kakek pasti marah pada kami. Ibu dan ayah juga selalu orang yang sabar itu lebih baik. Tuhan akan sayang pada kita kalau kita sabar. Memang tidak enak kalau kita harus selalu mengalah, tapi kalau demi kebaikan itu lebih baik kata ibu tempo hari.

Kakek masih sibuk memilih rambutan-rambutan yang akan dipetiknya. Rambutannya belum semua masak-masak oleh karena itulah kakek milihnya. Ketika aku sibuk mengumpulkan dan mas Rio juga masih sibuk makan, ada setangkai rambutan yang buahnya merah semua dan besar-besar. Aku pun ingin menyimpannya untuk di makan setelah selesai mengumpulkannya.

Mas Rio ternyata juga melihat rambutan itu. Dan ia pun ingin memilikinya juga. Kami berdua berebut untuk mendapatkannya. Kakek tidak mengetahui kalau kami di bawah sedang memperebutkan rambutan itu. Seandainya kakek melihatnya pasti kakek akan melarang kami berdua.

“Ini punyaku.” Kata mas Rio.
“Ini kan punyaku.” Kataku tak mau kalah.

“Siapa cepat dia yang dapat.” Jawabnya sambil merebut rambutan itu.

“Tapi kan aku dulu yang mendapatkannya.” Teriakku.

Merasa kalah, mas Rio menggeram dan tiba-tiba menarikku lalu menggigit lenganku sampai berdarah. Aku pun tak kuasa menahan tangis dan berlari secepat mungkin pulang kerumah. Aku tidak mau kalau kakek mengetahui aku menangis. Kakek paling tidak suka melihat ada orang menangis.

Sesampainya di rumah aku pun menangis karena rasa sakit gigitan mas Rio masih terasa. Aku akan mengadukan perbuatan mas Rio pada ibu nanti sesampainya ibu di rumah. Dia yakin kalau ibu pasti akan memarahi mas Rio nanti. Sementara kakek yang mengetahui mas Rio nakal, segera menghukumnya untuk mengumpulkan seluruh sisa rambutan yang sudah dipetik.

***

Ketika ibu sampai di rumah aku segera melaporkan perbuatan mas Rio. Aku juga menunjukkan bekas gigitannya. Ibu yang mengetahui kenakalan anak sulungnya segera memanggil dan memarahi mas Rio. Ibu dan ayah sebenarnya marah dan khawatir kenapa anak sulungnya tumbuh menjadi anak yang rakus. Mas Rio hanya diam saja kalau ibu marah padanya.

Kemudian ibu mengeluarkan sebuah semangka besar dari tasnya. Ibu bilang kali ini mas Rio tidak boleh ikut makan sebagai hukuman untuknya. Ibu juga bilang memperebutkan makanan adalah hal yang buruk. Apalagi terhadap saudara sendiri. Seharusnya saling berbagi.

Mas Rio yang memang rakus tidak tinggal diam. Dalam hatinya ia ingin sekali ikut makan buah semangka itu. Ia merencanakan akan merebut jatahku lagi nanti. Ia tahu bahwa sore itu adalah jadwal ibu mengaji di masjid. Saat itulah ia akan merebut buah semangka itu.

Dan benar saja, ketika ibu pergi ke masjid mas Rio merebut semangka itu. Sebetulnya aku tidak mau mas Rio juga merebut semangka itu. Tapi aku teringat kata-kata ibu kalau memperebutkan makanan adalah hal yang tidak baik. Akhirnya dengan berat hati kurelakan juga semangka itu.

Begitu semangkanya bisa direbut, mas Rio langsung menghabiskannya saat itu juga. Ia tidak mau kalau ibunya sampai tahu kalau dia memakan semangka itu.

***

Malam harinya, ketika kami akan tidur ternyata mas Rio mengaduh kesakitan. Ia memegangi perutnya. Sepertinya ia sangat menderita. Wajahnya menjadi pucat menahan sakit. Beberapa kali ia mondar-mandir ke kamar mandi.

“Bu, tolong Rio. Perut Rio sakit sekali.” Keluhnya pada ibu.

“Itulah balasannya kalau rakus terhadap makanan.” Jawab ibu pada mas Rio.

Kemudian perut mas Rio diolesin minyak gosok agar sakitnya berkurang sama ibu. Namun bukannya berkurang malah bertambah parah rasa sakitnya itu. Mas Rio juga muntah-muntah. Semua makanan yang ia makan keluar semua. Melihat keadaan mas Rio, ibu dan ayah segera membawanya ke dokter.

Jarak rumah kami dengan rumah pak dokter lumayan jauh. Di desa kami memang tidak ada yang berprofesi sebagai dokter. Satu-satunya fasilitas kesehatan hanyalah puskesmas dan hanya buka pada siang hari saja. Mas Rio di bawa ayah dan ibu ke desa lain yang ada dokternya. Aku di suruh jaga rumah ditemani oleh kakek.

Setelah di periksa oleh dokter mas Rio disuntik dan diberi obat. Kata dokter yang memeriksanya mas Rio kebanyakan makan buah dan perutnya tidak kuat. Dia terserang diare yang akut. Ia harus beristirahat beberapa hari. Mas Rio disarankan untuk beristirahat di rumah dan belum boleh pergi ke sekolah. Selain itu mas Rio juga belum diijinkan untuk makan buah-buahan itu lagi.

“Itulah akibatnya kalau jadi anak yang rakus.” Kata ayahnya sesampainya di rumah.

“Dengarkan baik-baik omongan ayah Rio.” Ibu ikut menasehati.

“Iya Bu, iya ayah, Rio minta maaf. Rio tidak akan rakus lagi. Rio menyesal sudah rakus dan nakal sama Ari.” Kata Rio yang sesekali masih memegangi perutnya.

“Kamu bukan hanya minta maaf sama ayah dan ibu saja, tapi sama Ari juga harus minta maaf. Kamu tidak boleh mengulanginya lagi.” Jawab ayah.

“Iya Ayah, Ari maafkan mas Rio. Mas Rio telah jahat padamu.” Kata Mas Rio menyesali perbuataanya.

“iya mas, Ari tidak marah. Tapi mas Rio tidak boleh nakal lagi ya?” Jawabku.

Kasihan sekali sebenarnya melihat penderitaan mas Rio. Namun itu adalah hukuman bagi anak yang rakus dan nakal. Semoga mas Rio dapat merubah sikapnya untuk tidak rakus lagi. Bahkan keesokan harinya ayah sengaja membeli semangka untuk membuat Rio makin kapok dengan ulahnya. Aku, ibu, ayah dan kakek menikmati semangka itu. Mas Rio hanya dapat melihat dengan pandangan sedih.

Beberapa hari sakit menjadi hukuman yang setimpal untuk mas Rio. Ia menjadi sadar bahwa selama ini tindakannya telah membuat orang lain menderita. Ia merasa bersalah pada ibu dan ayah karena tidak pernah mendengarkan nasehatnya. Mas rio juga sejak saat itu tidak pernah nakal lagi padaku. Mas rio telah benar-benar berubah menjadi anak yang baik dan tidak rakus lagi.

***

9 tanggapan pada “Anak Yang Rakus”

  1. wkwkkwkkwk…….@mas agung : dia bukan tumbal tapi memang pelaku…
    jadi keingat waktu pertama kalin ketemu dia , makan kacang dan bicara,..tiba2 udah habis aja tuh kacang..hahahha
    berhubung ini kisah nyata, jadi memang jadi pelajaran banget dan keinget selalu…
    moga anak2 yg baca bisa belajar dari cerita ini…. ^^

    1. hahahahahahahahaha ngakak guling2 deh baca komen ini, akhirnya ada bilang langsung kalau cerita ini beneran nyata…. tapi nggak usah sebut ini kisah siapa yaaaa (soalnya sy juga nggak ngerti yg mana anaknya wkwkwkwkwkwkwkwkwk 😆 )
      kapan2 mba lina buat cerita soal S**ir trauma tiap kali liat monyet wkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwk…………….. 😆 😆 😆

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *