Gamelan. Mungkin banyak yang berpendapat bahwa gamelan adalah musik jaman kakek nenek moyang kita dulu saja. Tradisional, ketinggalan jaman dan tidak gaul. Lebih asik mendengarkan musik modern dan kebarat-baratan.
Namun bagi saya, gamelan memiliki daya tarik tersendiri. Ada sesuatu yang berbeda saat mendengarkan suara gamelan. Kadang tenang, bikin deg-degan bahkan sampai merinding. Teman-teman saya sering bilang “dasar orang jawa!!!” Ah tak apalah kalian bilang saya jawa, memang saya orang jawa kok.
Beruntunglah saya karena semalam bisa menyaksikan closing Yogyakarta Gamelan Festival di Taman Budaya Yogyakarta. YGF ke-15 sejak diselenggarakan pertama kali pada tahun 1995 oleh maestro gamelan Sapto Raharjo. Sayang sekali 2 malam sebelumnya tidak bisa menyaksikan, padahal beberapa teman sudah mengajak.
Pertunjukan yang sangat meriah.
Kereeeeen!!!!! Sangat-sangat keren!!! YGF bukan hanya menghadirkan seniman-seniman Indonesia namun dari beberapa negara. Terbukti kan, bahwa gamelan bukan musik tradisional. Dibuka oleh Sumunar and dance assamble dari Minessota USA yang sangat menarik. Perpaduan musik yang asik dan menampilkan tarian tradisional jawa dari para bule.
Dilanjutkan penampilan Prof. Rence Lislof dari Universitas Callifornia Riverside. Bule Amerika yang satu ini juga tak kalah hebat. Mengkolaborasi beberapa jenis musik dan mengubah gending menjadi musik “ajeb-ajeb”. Sangat memukau.
Penampilan ketiga datang dari negara tetangga. Bronze Age, dari singapura. Membuat suasana gedung makin meriah. Kolaborasi gamelan dan alat musik modern yang bagus banget. Salah satu dari mereka sempat bercerita bahwa dikampusnya, gamelan menjadi salah satu mata kuliah wajib. Oiya, usia mereka antara 20-30 tahunan. Keren nggak sih? Anak-anak muda negara lain tertarik mempelajari gamelan. Mereka bilang bahwa didalam musik gamelan terdapat spirit kebersamaan dan kemanusiaan. wow!!!!
Dan sebagai penutup acara “kiai kanjeng” mempertunjukan tontonan yang super duper hebat!! SPEKTAKULER!!!!! Buat yang belum tau apa itu kiai kanjeng, pak Nevi sebagai koordinator sempat bercerita. Kiai kanjeng bukan nama group, tapi nama gamelan itu sendiri. Kiai kanjeng berbeda dengan gamelan jawa. Perlu diketahui juga kiai kanjeng asuhan cak Nun ini sudah keliling dunia, dan salah satu gamelannya diminta oleh musium di napoli (Italy) bersanding dengan alat-alat music dunia yang dimuseumkan disana.
Panitia disana juga sempat cerita, kalau Israel sudah 5 Tahun ini mendaftarkan diri ingin sekali turut dalam YGF. Bisa jadi ribut kalau panitia mengizinkan, begitu kata MCnya. Hehehe…
So buat apa malu dengarkan musik gamelan. Bangga lagi jadi Gamelan Lovers.
—————-
Jadi ingat tulisan Mbak Najmar di Buku Finding Rumi tentang filosofi Gamelan.
“Suara gamelan menyebar keseluruh tubuh bahkan keluar tubuh. Ketika gong dibunyikan ia seolah-olah menbangunkan alam semesta termasuk kita di dalamnya. Gamelan pun memuat filosofi yang sangat luas dan dalam. amelan menyimbolkan keharmonisan alam semesta. Ia harus dimainkan berombongan karena menyimbolkan haromoni dalam keberagaman. Maka gamelan pun merepresentasikan dengan baik falsafah negara kita yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu yaitu Indonesia. Falsafah ini kalau ditarik lebih dalam menggambarkan keberagaman isi alam semesta yang sesungguhnya merupakan manifestasi dari yang Maha Tunggal.”
Sorry mbak, saya belum sempat meresensi bukunya ya…
Jogja 19 Juli 2010