Lompat ke konten
Home » Alasan Tidak Berpuasa #2

Alasan Tidak Berpuasa #2

Cerita Sebelumnya

Setelah gagal batal puasa dan mendapat penjelasan dari ustadz Mumu anak-anak kembali ke kelas. Muka mereka tampak lesu, kekecewaan menyelimuti mereka. Padahal tadi mereka sangat bersemangat sewaktu menuju tempat mbok Bon.

Unyil menyenderkan kepala ke meja. Sementara genk pandawa Gugun, Hendra, Sigit, Jenni dan Ngashim menekuk mukanya masing-masing. Ika dan Jatmiko kebingungan mesti ngapain.

“Aha, saya punya ide” teriak Ngashim tiba-tiba, membuat kawan-kawannya kaget.

“Ide opo to Shim?” Jawab Hendra penasaran.

“Katanya nih… ya nggak tahu kata siapa juga, kalau orang sudah niat batal puasa terus nggak jadi, puasane wis ora afdol. Jadi mending kita teruskan saja rencana kita, nanti bayar puasanya bareng Ustadz Mumu. Hitung-hitung nemenin ustadz kalau bayar puasa nanti rame-rame. Ini juga tanda setia kawan kan teman-teman?” Ngashim menjelaskan.

Muka empat pandawa lainnya bersinar, seperti ruangan gelap yang dikasih lampu neon 80 watt. Unyil dengan cepat mangangkat kepala dan tertawa riang.

“Enyong demen karo idene rika Shim” Kata Unyil memakai logat ngapak, bahasa asli si Ngashim yang membuat anak-anak lain terpingkal-pingkal.

“Mari kita nyari jalan pintas ke warung mbok Bon biar nggak ketemu bu Gendis sama yang lainnya” Ajak Gugun.

Anak-anak pun menyelinap keluar kelas. Berjalan mengendap-endap melewati belakang ruang pak Kepsek agar tidak ketahuan. Karena kalau sampai ketahuan rencana mereka pasti akan gagal lagi.

Namun sial buat anak-anak. Begitu sampai di warung mbok Bon, ternyata para guru juga berada disana sedang mendiskusikan persiapan lebaran.

“Ono opo meneh iki, anak-anak?” tanya Pak Yula penuh selidik.

“A… anu pak Kepsek, kami tetap a…a… akan buka puasa” jawab Gugun terbata-bata. Pak Kepsek geleng-geleng kepala, dari raut mukanya Beliau Nampak marah mendengar jawaban Gugun.

“opo mau durung jelas jawabane ustadz Mumu?”

“Sudah jelas tapi kita hanya mau setia kawan sama Ustadz Mumu pak kepsek. Biar nanti kita bayar puasanya bareng-bareng” kali ini Unyil yang menjawab pertanyaan pak Kepsek.

Pak Kepsek segera mengeluarkan handphone-nya. Lalu memencet nomor ustadz Mumu dan melaporkan anak-anak yang tidak nurut itu. Kemudian Pak Ustadz Mumu menjelaskan lagi alasan tidak berpuasa, dan tidak mengizinkan anak-anak untuk berbuka.

“Jadi karena perjalanan, pak ustad boleh nggak puasa? Terus kami tidak boleh menemani ustadz tidak puasa?” tanya si Unyil.

“Begitulah kenapa ustadz nggak puasa, Nyil. Karena dapat dispensasi. Seperti bu ketan yang seminggu lalu tidak puasa karena sakit. Atau bu Mesharoh yang sedang berhalangan” Ustadz Mumu menjelaskan melalui HP yang sudah berteriak ‘lowbattery’.

“Berhalangan?!” Unyil yang masih kecil bingung dengan pernyataan Ustadz Mumu.

“Wanita dewasa akan mengalami itu, dan nanti kalo sudah dewasa kamu akan tahu.” Ustadz mencoba menjelaskan dengan sabar meskipun HPnya terus berteriak kehabisan energi.

“Kemarin unyil juga lihat Babeh Helmi tidak puasa. Padahal tidak dalam prjalanan” Unyil kembali bertanya.

“Mungkin Babeh juga sedang sakit”  Ustadz mencoba menebak.

“Tidak! Babeh sehat.” unyil membantah.

“Man…” Ustadz Mumu mau mengucap ‘manula’ tapi terputus karena Ustadz sadar dan Unyil pasti tau kalo Babeh bukan manula.

“Kenapa Babeh gak puasa?” Unyil terus menekan.

“Ee… anu, Nyil.. Mungkin Babeh sedang menyusui!” jawab Ustadz Mumu sekenanya.

Tut..tut..tut.. Telpon pak ustad terputus.

Semua mata beralih memandang Babeh Helmi, penasaran menunggu penjelasan dari Babeeeehhh…

[BERSAMBUNG]

*)Baca Juga Kisah Lainnya di “Balada Chentingsari”

NB. Ngembangin tulisan Mas Muhayat di Message FB

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *