Lompat ke konten
Home » Hari Minggu di Chentingsari

Hari Minggu di Chentingsari

Hari minggu ini pak kepsek Yula tampak sibuk. Beliau berbenah rumah, membersihkan kaca jendela, ngepel, menyapu halaman dan menyiram bunga. “Nah beres, nanti emak cinta pasti betah” begitu gumamnya.

Setelah mandi dan berganti pakaian ia memanaskan mesin motornya. Pagi ini emaknya datang dari kampung. Jadi pak Yula mesti jemput diterminal. Tak berapa lama setelah itu pak Yula melajukan sepeda motornya.

Sesampainya di terminal dilihatnya emak cinta sudah menunggu. Emak terlihat kerepotan dengan barang bawaannya. Sayur mayur, jagung, singkong bahkan terlihat dua ekor itik juga dibawanya. Kata emak sih biar nggak ada sisa makanan yang terbuang. Kalau kita sudah nggak makan bisa dikasih sama itik-itik itu.

“Emaaaaaaaaaak”

“eh… sopo kowe?” kata mak cinta yang bingung dengan panggilan orang yang asing baginya.

“Yula mak, iki Yulaaaa… anak mak yang paling ganteng mak”

“Wealaaaaaah yulaaaaaaaa… iki Yulaaaaaaaaa? Ganteng pisan kowe. Tadi kukira penyanyi dari kota yang lagunya metal-metal. Rambutmu keren banget. Pakmu mesti juga ikut bangga dengan kegantenganmu. Si blentong juga mesti pangling karo rupomu” Kata mak Cinta yang masih setengah tak percaya kalau pemuda yang rambutnya potongan Mohawk, yang dikira muridnya rambut kuda lumping itu adalah Yula anaknya.

“Memang kamu nggak salah ngajak emak tinggal di sini. Jangan lupa nanti emak diajak jalan-jalan. Diajari dugem*. Terus sesuk emak diajak ke sekolah yo Yul, mau ketemu mbok Bon sama ngecengin guru-guru disana”

“ealah mak, yo ojo to mak. Emak dirumah saja, moso mau ikut sekolah” Jawab Pak Yula.

***

Sementara pak Yula masih sibuk dengan tingkah polah emaknya, di puri cakil kediaman bapak Aziz juga terlihat ada kesibukan. Bapak Aziz ini tak lain dan tak bukan adalah ayah dari salah satu pandawa SD Canting si Hendra. Pak Aziz pengusaha toko kelontong satu-satunya di Chentingsari.

“Cah bagus, reneo bantu bapak sedilit”

“Sendiko dawuh bapak”

“Ini lho bantu bapak turunin barang dagangan dari keranjang”

“Injih pak. Oh Bapak beli banyak mercon to? Asyik iki bisa main mercon nanti malam sama teman-teman. Nanti saya minta yo pak” Kata hendra semangat karena melihat mercon diantara barang dagangan bapaknya.

“Wealah, ojo to cah bagus. Ini barang dagangan, kamu kalau mau main mercon urun kuping wae, biar teman-temanmu yang beli mercon. Kamu harus belajar bisnis sebagai pewaris tunggal usaha bapakmu ini, biar nggak rugi bandar. Ngerti cah bagus?”

“injih pak, mangertos”

“Bagus, terus nanti kamu promosiin sama teman-temanmu. Kalau di warung bapak sudah jual mercon. Itu namanya belajar pemasaran”

“injih pak” ngangguk-ngangguk padahal nggak ngerti maksud bapaknya ngajarin bisnis atau memang pelit.

Hendra memang penurut sama bapaknya. Apapun titah dari bapaknya selalu dijalankan. Jadi anak yang santun dan penurut. Namun berubah kelakuan kalau berada di luar, apalagi kalau sudah bergabung dengan genk pandawa. Jiwa kejahilan dan keisengannya muncul dan berubah jadi sangat menjengkelkan.

Siang itu juga, setelah selesai membantu beres-beres barang dagangan segera Hendra mencari teman-temannya. Di bukit. Pasti keempat pandawa lainnya berada di rumah paman Dori. Karena hari minggu adalah hari untuk berpetualang di rumah paman Dori.

Benar saja. Dari kejauhan tampak teman-temannya berada di rumah pohon buatan paman Dori. Sigit melambai-lambaikan tangan begitu melihat Hendra mengayuh sepedanya  menuju tempat mereka.

“Teman-teman aku membawa berita gembira hari ini untuk kalian semua” Kata Hendra begitu sampai di atas rumah pohon.

“ono opo to? ono opo?” tanya Jenni dan Sigit berbarengan.

“di warung bapakku sudah ada mercon. Kalian iso tuku buat mainan nanti malam”

“Lah mbok ya kowe wae to sing gowo, kita ndak usah beli Ndra” Kata Ngashim.

“Bapakku wis ngandani je, aku dikon urun kuping wae nek arep dolanan mercon. Alasannya ben nggak rugi bandar”

“Ya sudah nanti boss yang traktir. Aku kan punya banyak duit, tiap kali puasa dapet lima ribu perak dari mom aku. Nanti kita pesta mercon” Kata Gugun yang berlagak seperti boss.

“Horeeee… si boss memang baik” Jawab Sigit dan Jenni tetap kompak sebagai kembar yang dipaksakan.

“Jelas dooong… Gugun” jawab Gugun sombong.

Dan sore itu juga mereka pergi ke warung pak Aziz membeli mercon untuk pesta nanti malam.

[Bersambung]

dugem* = dunia gemblung ala canting

By Lina Sophy

Bapak dan Anak yang Kompak (Doc. Canting)

*) Baca juga kisah lainnya di “Balada Chentingsari”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *