Lompat ke konten
Home ยป Sosok Kartini dari balik kacamataku

Sosok Kartini dari balik kacamataku

Belasan tahun silam saat masih duduk di bangku SD setiap tanggal 21 April pasti selalu disibukkan dengan berbagai acara untuk perayaan Kartini. Bangun pagi-pagi dan lari ke rumah tante untuk di-dandan-i, pakai sanggul dan segala macam atributnya. Sang mama pun menyiapkan kebaya putih kecil beserta kainnya.

Aku ingat betul dengan detail kebaya putih yang dipakai setiap setahun sekali itu. Membuatku tersenyum jika mengingatnya. Centil sekali rupanya aku waktu kecil. Dan mungkin karena kecentilan aku itu bisa jadi juara kontes kartini di sekolah. Namun sayang sekali jaman dulu tidak semodern jaman sekarang yang semua serba digital. Nggak ada dokumentasi saat aku bisa jadi juara. Hanya ada dalam kenangan masa kanak-kanak yang belum terlupa.

Kartini (Doc. Google)
Kartini (Doc. Google)

Lalu adakah sekarang ingat tentang Kartini? Siapakah sosok Kartini dimata pandang kita?

Sosok Kartini

Buat aku dengan membaca sejarah Kartini, Kartini bukan saja pahlawan untuk perempuan di zamannya. Lebih dari itu, Kartini tetaplah sebagai tokoh yang bisa dijadikan sebagai sumber inspirasi. Kartini adalah seorang pembelajar. Jika ditilik usia Kartini saat itu masih begitu muda, namun bisa menghasilkan pemikiran-pemikiran yang luar biasa. Memperjuangkan perempuan agar mendapatkan persamaan hak dalam berbagai bidang, bukan hanya emansipasi tetapi juga dalam bidang sosial umum.

Kartini dan Karyanya

Kepeduliannya akan dunia pendidikan ia wujudkan dengan tindakan nyata dengan mendirikan sekolah wanita di tahun 1903. Dan berkat kegigihannya tersebut akhirnya sepeninggalan Kartini, yayasan kartini mendirikan sekolah kartini diberbagai daerah seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.

Kartini School (Wikipedia)
Kartini School (Wikipedia)

Selain itu surat-surat dan catatan yang ia kirim untuk teman-temannya di Eropa akhirnya bisa dikumpulkan dan dibukukan dalam sebuah buku berbahasa Belanda Door Duisternis tot Licht yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada 1911.

Karya Kartini (Doc. Google)
Karya Kartini (Doc. Google)

Jika sekarang berbicara tentang perempuan masa kini. Keterlibatan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan semakin luas, hal ini dikarenakan kesempatan dan tuntutan keterlibatan yang memang tersedia dan terbuka. Oleh karena itu perlu diwaspadai juga agar kita tidak sampai kehilangan jati diri kita sebagai sosok perempuan. Kodrat kita tetap terlahir sebagai seorang perempuan yang memiliki tugas sebagai seorang istri dan sebagai ibu dari anak-anak kita.

So, kalau menurut kalian Sosok Kartini itu seperti apa? Dan bagaimana cara perempuan masa kini meneladani dan melanjutkan apa yang sudah dimulai oleh Kartini?

Selamat Hari Kartini.

*) Saat Pagi di Hari Kartini

Jogja, 21 April 2010

Tag:

12 tanggapan pada “Sosok Kartini dari balik kacamataku”

    1. ish… sebel ih, banyak lah…
      tulisan-tulisan kartini saat dalam keterasinga (dipingit)
      belajar bahasa belanda secara otodidak, membangun sekolah jaman itu…
      jaman sekarang aja butuh perjuangan apalagi dulu boy?
      ๐Ÿ˜›

  1. R.A. Kartini dan Pandangannya Terhadap Emansipasi dan Barat
    “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, BUKAN SEKALI-SEKALI KARENA KAMI MENGINGINKAN ANAK-ANAK PEREMPUAN ITU MENJADI SAINGAN LAKI-LAKI DALAM PERJUANGAN HIDUPNYA. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”
    [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902]
    โ€œKami sekali-kali tidak hendak menjadikan murid-murid kami menjadi orang-orang setengah Eropa atau orang-orang Jawa Kebarat-baratan.โ€
    [Surat Kartini kepada Ny. E.E. Abendanon, 10 Juni 1902]
    “Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?” [Surat Kartini kepada Ny. E.C. Abendanon, 27 Oktober 1902]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *