penat sebenarnya raga ini,
kerontang bagai kemarau tujuh musim,
meranggas satu persatu dedaunan dalam jiwa ini,
ingin melepaskan keduniawianku,
namun jeratnya semakin kencang membelenggu,
karena pesona gemerlap keindahan semu,
Tuhan, namun engkau selalu memberi sejuk padaku,
saat bara memanggangku,
walau aku sering tak merasa,
dan bintang dalam gulita,
selalu datang dalam celah mimpi buramku
walau sering aku buta..
Kekasihku..
dalam hitam jelaga kalbuku,
Engkau selalu punya bejana,
untuk membasuh sukma yang durjana,
mengkalibrasi fitrah kesucian,
para hambaMu yang papa…,
yang ingin kembali pada ridhaMu..
–Maulana Jalaluddin Rumi–
~~~~~
Dua hari ini tepar. Demam hanya bisa tidur, tidur dan tidur. Akhir-akhir ini badan terasa semakin manja. Jika sakit sebelumnya masih bisa bilang bahwa sakit itu rahmat, pertanda kita disayang sama Tuhan. Sakit kali ini??? Tetap dooonk… tapi ada tambahannya,ย itu tandanya saya kurang peka, nggak bisa kontrol kondisi badan sendiri.
Sebelum sakit, 2 hari lalu sempat chating sama mas Gugun yang mereferensikan sebuah buku. Dari blog sang penulis, saya fikir buku ini layak dibeli. Sebuah catatan perjalanan mencari cinta dan kedamaian spiritual, mengulas tentang master cinta Maulana Jalaluddin Rumi. Sosok yang dari dulu membuat saya penasaran, bahkan sempat membeli buku yang berisi puisi-puisinya tapi gagal mengartikan. Lalu saat buku itu pindah ke tangan Zamil beberapa bulan lalu diapun mengalami hal serupa “ane bingung bacanya teh” ๐
Malam itu juga pergi ke togamas, Finding Rumi dan novel 9 Matahari ada ditangan. Khusus Finding Rumi, bacaan yang bukan hanya sekedar bacaan atau hiburan sepertinya. Belum sempat membaca, keburu demam. Seharian kemarin betul-betul tersiksa. Malam hari baru bisa terasa lebih ringan setelah bosan tidur.
Hari ini masih sedikit lemas, tapi sekali duduk dapat 100 halaman. Sempat merinding ketika membaca bagian saat Najmar menangis disamping makam Maulana. “Kata-kata sudah tak lagi menarik. Aku tak butuh kata-kata lagi, Maulana, aku butuh pengalaman, ajari aku caranya. Buku-buku sudah banyak yang kubaca. Cerita-cerita pencarian sudah sering aku dengar. Tapi semua mulai terasa hambar. Aku ingin mengalami, Maulana. Bawalah aku mengembara di luar dunia warna dan rasa.” (Tulisan Najmar di hal 77).
Kuputar lagu Rapuhnya Opick, merenung, merenung, merenung… nangis juga akhirnya. Packing barang ketempat eyang di Demak, secepatnya. Satu tekad!!! saya harus berubah. Buat Gun7 thanks referensinya, ingat janjinya mengenalkan langsung pada penulisnya!!!!
*) Butuh air mata untuk menyirami hati yang sedang gersang,
Jogja 16 April 2010
paling jg : sakit pembawa nikmat,mom
itu mah mirip judul film boy…
“sengsara membawa nikmat” hehe ๐
๐ taun brapa tu film?
pokoknya inget waktu SD, si Midun deh… hehehe
saya kira sudah mulai menulis puisi….,hehehehe
terimakasih udah minjemin saya buku “cacing dan kotoran kesayangannya”
berkat buku itu, anty makin ngerti kalo yang namanya sakit juga ga boleh dipaksain pergi, nanti dia makin betah….
lebih baik berkata kepada sakit kita “sakit, pintu ku terbuka lebar untukmu”
mudah mudahan cepet sembuh ya mba……..
Film sengsara membawa nikmat??bussseeetttt…jaman baheula banget tuh……xixixiixi….
isinya apa juga ga ngerti……:D
ada Cacing Pembawa Sakit ga,y?
Siap bu, aku penuhi janjiku. akan kukirim message langsung kedia.
okay… semoga kabar baik yang kudapat… ๐