Lompat ke konten
Home » Cuma Satu Buku

Cuma Satu Buku

Cuma perlu 1 buku untuk jatuh cinta pada membaca

Pada Jumat malam kemarin, sambil menemani Sulthon sepedaan muter-muter di dalam rumah, tak sengaja saya nengok televisi. Kebetulan pas acara kick Andy on location, ada kang Emil (pak gubernur Jabar) dan duta baca nasional mbak Najwa Shihab.

Pernyataan itu disampaikan mbak Najwa jelang iklan. Wah seru nih bakal ngomongin soal literasi. Akhirnya saya duduk, dan sulthon? Biar deh dia main sepuasnya menghabiskan sisa energi sebelum kantuknya datang.

Cuma perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca. Jadi temukan buku itu, dan tugas para pegiat literasi untuk membantu menemukan buku itu pada orang lain, orang disekitarnya, istilahnya jadi Mak comblang buku.

Itu sih yang saya tangkap dari apa yang mbak Najwa sampaikan semalam selain cerita pengalaman dan program sebagai duta baca Indonesia. Kalau saya sih sepakat banget dengan pernyataan itu, kalau kalian bagaimana? Sepakat dong ya?

Ini draft tulisan tentang buku dalam keluarga sebenarnya sudah mengendap lama banget, nah kebetulan ada moment jadi ada semangat ngelanjutin.

Hobi orang tua vs Literasi Keluarga

Jadi begini, kemarin belum lama kan sempet viral soal emak-emak kolektor Tupperware. Saking senengnya sama itu barang sampai-sampai, seringkali, tidak bisa di logika lagi pemikiran dan tingkahnya. Dan ini banyak berakibat para suami mengidap penyakit paranoid, ketakutan jika wadah bekal makanan ke kantor dengan wadah mahal itu ketlingsut atau tertinggal.

Belum habis dengan kisah Tupperware, ada yang baru lagi. Kali ini terjadi pada para bapak, untuk menandingi para emak mereka banyak yang hobi koleksi mainan mahal. Aneka macam bentuk replika produk hot wheels mejeng di lemari pajangan.

Adakah yang salah dari itu semua? Tentu saja tidak. Hak pribadi masing-masing orang ya? Saya juga tidak akan protes, kok.

Saya cuma ingin bertanya, jawab saja jujur dalam hati. Sebagian besar mereka, keluarga di Indonesia, tidak tertarik untuk hobi buku. Mengapa?

Membaca bukan budaya kita! Hiks.

Coba kita lihat, disekitar kita tengok rumah tetangga dalam lingkup se-kelurahan saja, berapa rumah yang didalamnya punya koleksi bacaan?

Karena memaksa orang dewasa, mengubah budaya itu sulit, saya cuma punya keinginan bentuklah budaya membaca mulai dari anak-anak kita. Bukalah kesadaran kita akan pentingnya membaca.

Mainan anak vs buku anak

Buibu disini yang punya anak balita pasti mengalami nasib seperti saya. Anak-anak suka banget minta dibelikan mainan. Bahkan setiap keluar jalan, kerap kali anak minta, dan kita belikan dia mainan. Iya nggak?

Terus kalau beli mainan buibu disini milihnya gimana? Sesuai keinginan anak atau ada campur tangan kita dalam memilih? Kalau saya, jujur pasti ikut mengarahkan. Pilih mainan yang sekiranya ada nilai edukasinya. Dan, kalau saya selingan juga dengan beliin buku anak.

Baca juga Sulthon Dan Buku

Jadi, harapannya buibu sekalian mulai sekarang bisa mengalihkan beli mainan dengan sesekali beli buku. Nggak usah langsung banyak, nyicil aja beli satu persatu. Kalau masalahnya di harga buku yang seolah mahal, bisa kok dapetin buku bagus dengan harga murah. Rajin berburu buku diskon obral. Banyak banget kok Jastip buku pameran dan obralan. Yang pasti menurut pengalaman saya, lebih banyak mainan anak yang harganya lebih mahalan.

Buku itu investasi

Saya punya buku cerita anak yang diterbitkan di tahun 70an. Usianya hampir 50 tahunan. Awet ya, bisa kebaca berapa generasi itu? Kalau saya rawat dengan baik, bisa dong saya wariskan ke anak cucu.

Itulah mengapa saya sebut bahwa buku adalah investasi. Buku itu tidak pernah mati. Kemanfaannya mengalir sepanjang waktu. Koleksi sekarang bisa dimanfaatkan sampai ke anak cucu.

Saya ini bukan duta buku, cuma ingin menularkan virus cinta buku. Yuk, bagi yang belum cinta membaca, paling tidak bisa jadi Mak comblang buat anak atau orang lain disekitar kita. Temukan satu buku itu!

Semoga bermanfaat.

29 tanggapan pada “Cuma Satu Buku”

  1. makasih remindernya mba, anak sulung perasaan berkurang minat bacanya karena sering main game >< huhu tapi masih bisa diakalin sih karena dia masih suka kalau baca komik jadi kalau beli buku pasti komik yg penting masih ada unsur edukasinya

  2. Saya juga beli buku buat Zril yg bagus, tebal, biar awet. Siapa tahu bisa nurun ke adeknya… Syukur2 ke anak cucu. Hehe. Sudah jarang nonton TV. Dan Zril juga lebih suka buka2 buku, padahal masih 1 th

  3. Setuju, Mbak. Makanya ketika anak-anak saya masih kecil, gak memaksakan mereka untuk bisa membaca. Tetapi, saya mengenalkan dengan banyak buku. Kalau udha tertarik dengan buku juga nanti mereka akan lebih senang belajar membaca

  4. Indonesia penduduknya “dituduh” punya minat baca rendah ya, padahal adaptasi gadget dengan mudah dilakukan.

    Padahal, literasi (which is kemampuan membaca, menulis dan berpikir kritis) dianggap sebagai kemampuan dasar bertahan hidup di era demokrasi post-modern.

    Ah jadi pengen nulis tentang ini juga…

    1. Wah ayok mbak ditunggu ulasannya ya..

      Tuduhan minat baca (buku) rendah sepertinya nggak ngasal kok mbak, bisa dilihat seberapa banyak rumah yang bahkan cuma 1 buku bacaan aja nggak punya, kalau untuk masyarakat maju di kota besar, okelah mungkin ada. Tapi di kota kecil dan pedesaan. Kita bisa lihat pegiat literasi, pemilik TBM yang penuh perjuangan sekali agar masyarakat kenal buku.

  5. Anak-anakku, terutama yang remaja udah jarang baca buku ? kalau Tio tiap malam sebelum tidur, minta dibacain buku cerita. Pegel sih, tapi kulakonin biar dia tetap senang baca.

  6. Saya termasuk yg lbh sering beli buku ketimbang mainan. Simple aja sih, buku gampang diberesin hahaha :p
    Alhamdulillah pas msh di Depok dulu rumah kami deket tokbuk besar jd tiap wiken ke sana, so nak2 trbiasa dengan buku. Skrng jg kalau lagi nganggur mainnya lbh sering ke tokbuk ?

    1. Asyiknya mbak kalau dekat rumah dekat tokbuk, kalau pas ada obralan bisa tuh open Jastip hahaha. Saya jaman kuliah di Jogja, sama sahabat bikin toko buku online, ada kebahagiaan yg tak ternilai saat bisa bantu orang lain ketemu jodoh bukunya. Alhamdulillah masih jalan di pegang sahabat karena saya pulang kampung ?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *