Duka mendalam masih kita rasakan akibat adanya bencana gempa bumi yang melanda Cianjur 21 November lalu. Menurut data, hingga Rabu (30/11) gempa bumi berkekuatan 5.6SR ini tercatat korban meninggal 328 jiwa. Bahkan hingga saat ini masih ada warga yang masih dalam pencarian tim SAR, dan ribuan orang masih tinggal di pengungsian.
Selain itu pula tercatat kerugian material rumah rusak berat maupun ringan sebanyak 83.747 unit, gedung sekolah 511 unit, tempat ibadah 187 unit, fasilitas kesehatan 14 unit serta gedung perkantoran sebanyak 17 unit. Pemkab Cianjur menetapkan tanggap darurat bencana alam gempa bumi selama 30 hari sampai dengan 20 Desember 2022.
Mengingat banyaknya korban, kita dapat pastikan bukan hanya masyarakat umum. Namun diantaranya pasti terdapat penyandang disabilitas dan OYPMK (Orang yang pernah mengalami kusta). Lalu bagaimana penanggulangan bencana inklusif ini bagi mereka?
Daftar Isi
Penanggulangan bencana inklusif bagi penyandang disabilitas dan OYPMK
Pada hari Selasa, tanggal 29 November 2022 NLR bersama dengan KBR Ruang Publik menyelenggarakan talk show seputar OYPMK dan penyandang disabilitas. Tema yang diangkat adalah penanggulangan bencana inklusif bagi penyandang disabilitas dan OYPMK.
Dalam kesempatan tersebut hadir dua narasumber yaitu Drs. Pangarso Suryotomo selaku Direktur Direktorat Kesiapsiagaan BNPB dan Bejo Riyanto selaku ketua Konsorsium peduli disabilitas dan kusta (PELITA), disabilitas terdampak bencana. Acara tersebut dipandu oleh host Rizal Wijaya.
Talk show tersebut berjalan dengan lancar dan menghadirkan diskusi seru seputar bencana alam, dampak serta pentingnya kesiapan masyarakat menghadapi bencana. Edukasi mitigasi bencana ini lah yang diharapkan akan memperkecil atau meminimalisir dampak dari bencana yang terjadi di masa depan.
Wilayah Indonesia yang rawan terjadi bencana
Menurut BNPB, sejak awal tahun Januari hingga November 2022 di Indonesia telah terjadi sebanyak 3.294 bencana. Dan korban meninggal sekitar 550 jiwa yang diakibatkan dari bencana faktor alam tektonik, faktor meteorologi dan cuaca.
“Jumlah desa di Indonesia kan ada 56.000 dari 74.000 desa, artinya 80 % wilayah kita se Indonesia itu yang rawan bencana“. Ujar Drs. Pangarso Suryotomo yang dikutip (29/11).
“Ada gempa itu ada 40.000 desa yang kemungkinan akan terjadi gempa dan sebagainya, ada gunung api, ada tsunami dan sebagainya. Artinya kita ngajak masyarakat untuk paham dulu, di Wilayah kita itu ada ancaman apa sih? Ada resiko apa? Itu yang perlu”. Imbuhnya.
Dari data tersebut bisa kita pahami jika hampir seluruh wilayah Indonesia memang dekat dengan bencana alam. Untuk itulah diperlukan kesiapsiagaan seluruh masyarakat jika sewaktu-waktu bencana itu datang. Namun yang sering terjadi, masyarakat selalu dalam keadaan tidak siap saat bencana datang.
Seperti apa yang diceritakan oleh Mas Bejo Riyanto ketika mengenang tentang gempa Jogja 2006 silam. “Informasi tentang gempa ternyata sudah sejak lama, menurut cerita Mbah-Mbah pernah terjadi, nah mungkin perlu di remain-remain terus bahwa daerah kita sering terjadi dan rawan bencana“. Jadi meskipun cerita tentang gempa pernah terjadi karena masyarakat dalam keadaan tidak siap maka mereka pun kebingungan.
Dampak dari bencana di Indonesia selama tahun 2022 menurut Pak Papang juga telah menelan korban jiwa kurang lebih 542 orang. Hal tersebut membuat Indonesia masuk 10 besar terbanyak korban bencana di seluruh dunia. Untuk itulah meskipun banyak terjadi bencana namun perlu adanya upaya-upaya agar korban tidak terlalu banyak.
Bencana selalu berdampak bagi semua masyarakat yang mengalami, bukan hanya mereka penyandang disabilitas. Namun yang terjadi, setiap bencana seperti gempa bumi membuat penyandang disabilitas bertambah. Contohnya menurut pak Papang saat gempa bumi di Klaten ada penyandang disabilitas baru sekitar 156 orang.
Mitigasi Bencana Bagi Penyandang Disabilitas dan OYPMK
Secara umum, seluruh korban bencana memiliki hak yang sama untuk mendapatkan penanganan dan perlindungan. Namun setelah banyak diskusi bersama para penyandang disabilitas, BNPB pada tahun 2014 mengeluarkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 14 Tahun 2014 yang secara khusus mengatur penanganan penyandang disabilitas.
Perka BNPB Nomor 14 Tahun 2014
Maksud dan tujuan dari Perka BNPB ini adalah sebagai pedoman penanganan, perlindungan dan partisipasi penyandang disabilitas dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak ada bencana, pada saat tanggap darurat dan setelah kejadian bencana.
3 mandat dalam Perka BNPB Nomor 14 Tahun 2014
Menurut Pak Papang, Perka BNPB Nomor 14 Tahun 2014 pada intinya memuat tiga mandat dalam penanganan bencana penyandang disabilitas, yaitu pertolongan, partisipasi dan perlindungan. Para penyandang disabilitas dan OYPMK bukanlah orang yang berarti lemah, mereka juga ingin di berikan ruang untuk berpartisipasi membantu penanganan bencana sesuai kemampuan mereka.
Khusus bagi OYPMK, menurut Mas Bejo Riyanto juga selalu berupaya untuk menghilangkan stigma negatif tentang kusta. Sehingga masyarakat sadar bahwa kusta merupakan penyakit yang bisa diobati.
Penutup
Bencana alam tidak pernah dapat diprediksi kapan akan datang. Masyarakat perlu tahu bahwa yang bisa menyelamatkan saat terjadi bencana yang pertama adalah diri sendiri, keluarga dan lingkungan yang terdekat. Edukasi tentang Mitigasi Bencana Bagi Penyandang Disabilitas dan OYPMK juga harus selalu diulang untuk mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan.
Baca juga :